Senin, 29 September 2008

Peran Aktif Warga dan Pemerintah untuk Mengelola Konflik Yang Belum Diatur Dalam UU No. 24/2007 ttg Bencana Sosial

KERAWANAN DAN KONFLIK SOSIAL
dan PERAN ORGANISASI MASYARAKAT



Tinjauan Umum UU No. 24/2007 tentang Bencana Sosial

Definisi Bencana
Di dalam UU No. 24/2007 definisi tentang Bencana sangat luas mencakup bencana alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia. Bencana karena faktor manusia dikategorikan sebagai Bencana Sosial. Definisi Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror. Sedangkan definisi Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

Adanya inkonsistensi didalam pengaturan definisi bencana sosial dengan rawan bencana di dalam UU No. 24/2007. Inkonsistensi definisi itu ada pada penyebab bencana sosial yaitu konflik sosial antar kelompok atau komunitas masyarakat dan teror sedangkan beberapa bidang yang dapat dikategorikan sebagai penyebab bencana atau rawan bencana adalah potensi konflik pada bidang sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Melihat pada beberapa peristiwa kekerasan yang pernah terjadi di Indonesia seperti konflik di Ambon, Pasuruan, Papua, Timor-Timur, Aceh, Poso-Palu, Sampit, Sampang, Tragedi Mei 1998, G30S-PKI, dll; secara jelas digambarkan bahwa penyebab konflik atau akar persoalan adalah: konflik sosial, ekonomi, politik, budaya, dan agama.


Tata Cara Penanggulangan Bencana
UU No. 24/2007 telah mengatur penyelenggaraan penanggulangan bencana yang terdiri dari 3 tahap yaitu: prabencana; saat tanggap darurat; dan pascabencana. Didalam penanganan konflik baik pra-konflik; pada saat konflik; dan pasca-konflik tidak dapat menggunakan tata cara penanggulangan bencana sebagaimana diatur dalam UU No. 24/2007. Menurut pendapat saya sebelum kita menentukan tata cara penanggulangan konflik, terlebih dahulu yang harus kita lakukan adalah mencari akar persoalan dan penyebab terjadinya konflik, setelah itu baru kita menentukan bagaimana cara penanggulangan dan penyelesaian konflik sesuai dengan kondisi budaya, politik, agama, dan sosial di daerah tersebut.

Penanggungjawab Penanggulangan Bencana

Yang bertanggungjawab untuk melakukan kegiatan penanggulangan bencana adalah Pemerintah bersama-sama dengan Pemerintah Daerah sebagai penanggungjawab utama/primer sedangkan masyarakat serta organisasi masyarakat sebagai pihak yang membantu dan mendukung Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pemerintah tidak bisa mengabaikan tanggungjawabnya dalam memberikan perlindungan dan jaminan sosial serta rasa aman terhadap para warga negaranya; serta pemenuhan akan hak sosial, ekonomi, politik, budaya, dan beragama.

Urgensi RUU Penanganan & Pencegahan Konflik

Di tinjau dari beberapa perbedaan karakteristik setiap bencana serta kompleksitas persoalan dari konflik itu sendiri, maka cara pencegahan, penanggulangan, maupun pemulihannya haruslah berbeda. Dalam penanganan dan pencegahan konflik peran aktif dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah sangat diperlukan.
Beberapa hal yang perlu untuk diatur di dalam RUU Penanganan & Pencegahan Konflik adalah;
1. tanggungjawab Negara (Pemerintah dan Pemerintah Daerah) dalam pra-konflik, saat terjadinya konflik, maupun pasca-konflik termasuk mencari akar persoalan yang menyebabkan terjadinya konflik. Mengungkapkan hasil temuan di lapangan mengenai hal-hal yang menjadi penyebab konflik serta siapa para pelaku konflik.
2. memberikan jaminan sosial dan jaminan rasa aman terhadap para korban, para pekerja sosial kemanusiaan, dan para pekerja human rights defender.
3. tanpa harus menunggu proses hukum dan pembuktian lainnya, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib untuk memberikan ganti rugi serta merehabilitasi para korban.
4. memfasilitasi masyarakat dan organisasi masyarakat dalam terlibat aktif untuk penanganan dan pencegahan serta pengungkapan fakta-fakta yang menyebabkan terjadinya konflik.
5. dalam resolusi konflik tidak boleh melupakan tanggungjawab moral maupun tanggungjawab hukum dari para pelaku tanpa melihat status, jabatan, dan pangkat.
6. upaya rekonsiliasi harus diikuti dengan pengungkapan kebenaran dan menegakkan keadilan di hadapan hukum bagi para pelaku, dengan demikian Negara telah memperhatikan rasa keadilan bagi korban.

Alasan pemilihan judul RUU Penanganan dan Pencegahan Konflik

Tragedi kekerasan yang terjadi secara beruntun dan terus menerus tanpa henti memaksa kita agar Negara membuat Undang-Undang untuk menangani konflik dan mencegah konflik. Upaya pemerintah dalam menangani konflik terus diupayakan oleh Pemerintah tetapi belum menuaikan hasil yang berarti bagi kita semua, oleh karena itu saya menimbang dalam menangani konflik tanpa ada tindakan pencegahan, bangsa ini akan selalu dilanda konflik yang berkepanjangan. Bila konflik sudah dapat di ketahui sejak dini dengan upaya pemetaan potensi-potensi konflik, maka Pemerintah dapat mengupayakan tindakan-tindakan pencegahan.

Jakarta, 28 Juli 2007


Vera Wenny Soemarwi

Tidak ada komentar: