Kamis, 16 April 2009

Pendidikan Toleransi Pada Anak Dalam Keluarga

PENDIDIKAN TOLERANSI DAN TRILOGI BANGSA
-Vera Wenny Soemarwi-

1. Pendahuluan

Mengapa terjadi kasus pelanggaran dalam pemilu legislative yang lalu, entah dalam bentuk berkampanye dengan membawa anak-anak dibawah umur untuk terlibat dalam kampanye yang cenderung anarkis; kecurangan-kecurangan dalam masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT); atau ketidaksiapan dari para caleg dan petinggi-petinggi partai politik dalam menerima kekalahan; sehingga cenderung berakibat pada pertikaian antara kelompok-lelompok pendukung partai politik?
Faktor-faktor apa sajakah yang de facto telah menumbuhkan sikap-sikap intoleransi dan kecenderungan mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi pada kehidupan masyarakat kita dewasa ini? Inkonsistensi antara penetapan dan pelaksanaan kebijakan oleh para penyelenggara negara; menurunnya nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan perdamaian pada sistem manajemen pengaturan hidup bersama masyarakat dan negara; meningkatnya nilai-nilai matrialisme, konsumerisme dan tindakan-tindakan pembiaran terhadap perbuatan anarkisme atas nama kebenaran mutlak dari suatu aliran agama, serta lemahnya konsep dan sistem pendidikan pada anak usia dini, remaja dan kaum muda, bisa jadi merupakan faktor-faktor penyebab merosotnya nilai-nilai toleransi, keadilan dan demokrasi dalam masyarakat kita dewasa ini.
Pembiaran dan pelanggengan sikap-sikap tersebut di atas telah mengancam keutuhan NKRI. Gerakan reformasi yang dicanangkan oleh bangsa Indonesia pada tahun 1998 telah menetapkan agenda reformasi untuk eksekutif, yudikatif dan legislative lakukan dalam rangka pencapaian tujuan reformasi bangsa dan mengatasi berbagai krisis yang melanda bangsa ini. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, keluarga yang merupakan sel terkecil dari komponen bangsa ini, mempunyai tugas yang sangat sentral dan penting dalam mempersiapkan generasi muda bangsa yang tangguh dan mempunyai sikap religiousitas yang sehat serta wawasan dan ilmu pengetahuan yang baik sebagai modal untuk membangun bangsa Indonesia.
Materi pendidikan yang komprehensif dan berbasis keluarga akan menciptakan sumber daya manusia yang tangguh dalam menghadapi tantangan globalisasi dan modernitas. Dengan penciptaan sumber daya manusia yang tangguh itu melalui pendidikan dalam keluarga, keluarga telah berpartisipasi dalam melaksanakan trilogi bangsa (Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika), serta berpartisipasi pula dalam proses demokratisasi, guna menciptakan kedamaian dan kerukunan di Indonesia.

Rabu, 08 April 2009

Catatan Evaluatif Perjalanan FKUB dan Penerapan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 & 8 Tahun 2006

“Dialog Yang Berkeadilan dan Kesejajaran Mencapai Kerukunan Sejati”
Dalam Kontek Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika
“Vera Wenny Soemarwi”

I. Pendahuluan

Upaya-upaya untuk mewujudkan kerukunan tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan dan upaya-upaya perwujudan nilai-nilai kebenaran, keadilan, perdamaian dan demokrasi. Tanpa upaya-upaya untuk mewujudkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, perdamaian dan demokrasi dalam system ketatanegaraan kita, niscaya kerukunan akan terus menerus terusik di Republik Indonesia ini. Perwujudan nilai-nilai kebenaran, keadilan, perdamaian dan demokrasi harus selalu diupayakan oleh seluruh elemen negara. Negara merupakan salah satu promotor kerukunan dan aktor kunci sebagai agen kerukunan di Republik Indonesia. Salah satu elemen negara yaitu pemerintah sangat berperan penting dalam mengupayakan nilai-nilai kebenaran, keadilan, perdamaian dan demokrasi demi terwujudnya kerukunan melalui kebijakan-kebijakannya, pembentukan peraturan perundang-undangan, pengimplementasian setiap peraturan perundang-undangan dan kegiatan kepemerintahan yang mempromosikan dan mendukung kerukunan bangsa. Perlu ketegasan dan kesatuan sikap serta niat atau political will dari pemerintah untuk mendukung kerukunan dengan berbagai kebijakan, peraturan perundang-undangan dan mengerahkan segala upayanya untuk melaksanakan segala kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mendukung kerukunan. Beberapa peraturan perundang-undangan, kebijakan dan tindakan pemerintah yang telah dilakukan dan perlu dioptimalkan dalam mengupayakan nilai-nilai kebenaran, keadilan, perdamaian dan demokrasi yang mendukung kerukunan diantaranya adalah amandemen UUD 1945, UU HAM, UU Hak-Hak Sipil, Politik, Ekonomi, Budaya, dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 & 8 Tahun 2006, pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama dan forum-forum dialog lainnya, serta kegiatan kemanusiaan lintas agama. Sedangkan kebijakan dan tindakan pemerintah yang perlu diperhatikan lebih besar dan perjuangan lebih kuat dalam mengupayakan kebenaran, keadilan dan penegakan hukum dalam kasus-kasus pelanggaran hak-hak sipil masyarakat, politik, ekonomi, budaya dan HAM.
Sedangkan elemen bangsa lainnya seperti civil socity termasuk didalamnya adalah majelis agama, pemuka agama dan umat beriman/masyarakat juga mempunyai peran penting dalam mengupayakan dan mewujudkan kerukunan bangsa. Salah satu tindakan yang dapat diupayakan oleh civil society adalah mewujudkan dialog yang otentik antar umat beriman. Dialog yang otentik antar umat beriman adalah dialog yang mengakui kesejajaran iman dan hak-hak asasi individu dengan kesadaran total dan sikap terbuka untuk mengakui kebenaran sikap-sikap religiositas yang terlibat dalam dialog, bersikap adil terhadap antar dan inter umat beriman, selalu mengupayakan perdamaian dalam dialog dengan mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi. Tanggung jawab civil society lainnya dalam menciptakan kerukunan bangsa ini dapat pula diwujudkan dengan penguatan iman para pengikut-pengikutnya (relasi internal diperkuat) dengan memberikan pemahaman sikap-sikap yang inklusif serta dukungan kebijakan-kebijakan pemuka agama yang mempromosikan dan mencerminkan ajaran yang inklusif dan mengedepankan hubungan antar iman yang harmonis.
Kesadaran akan pentingnya dialog untuk menyatukan pemahaman tentang iman, kesadaran bersama dan meningkatkan pemahaman sikap religiositas antar umat beriman dan upaya-upaya untuk menangkal meruncingnya perbedaan antar iman yang dapat memicu konflik sudah dirasakan oleh pemerintah, majelis agama/pemuka agama dan umat beriman/masyarakat. Perwujudan kesadaran bersama antara pemerintah, majelis agama/pemuka agama dan umat beriman/masyarakat akan pentingnya dialog dikongkritkan dengan sebuah tindakan affirmatif untuk membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Tindakan affirmatif dari pemerintah, majelis agama dan umat beriman dalam membentuk FKUB ini perlu diapresiasi sebagai sebuah langkah positif dalam mengupayakan kerukunan nasional. Di beberapa tempat yang pemuka-pemuka agamanya sudah mempunyai hubungan yang akrab dan kerap mengadakan saling kunjungan silahturahmi, FKUB sudah dapat menjalankan fungsinya sebagai fasilitator bagi terbangunnya niat untuk meningkatkan kebersamaan dan kerukunan. Tetapi di tempat-tempat lain di Indonesia yang hubungan antar agamanya kurang harmonis, FKUB perlu dilakukan penyempurnaan agar tujuan ideal pembentukannya dapat terwujud. Melalui proses forum diskusi nasional, rapat kerja FKUB se-Indonesia yang diselenggarakan di Bandung, dialog dengan anggota FKUB di 15 provinsi, saya berkesimpulan bahwa beberapa problem yang dihadapi oleh FKUB meskipun beragam tapi saya optimis bahwa problem tersebut dapat diatasi, untuk itu saya menawarkan untuk memberikan beberapa solusi perbaikan kelembagaan dan keanggotaan FKUB. Problem yang dihadapi oleh FKUB diantaranya adalah belum dibentuknya petunjuk teknis pelaksana kerja dan tata tertib FKUB, terlalu melekat erat FKUB kepada pemerintah daerah dan kurang dipahaminya prinsip-prinsip kerja anggota FKUB yang non-partisan, independent, otonom dan mandiri.